Beranda | Artikel
Qadha Shalat Id
Selasa, 5 Juli 2016

Qadha Shalat ‘Id

Jika ketinggalan shalat id, apa yg harus dilakukan?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Pertama, kita awali dari pembahasan, apakah ada qadha untuk shalat sunah yang dibatasi waktu (an-Nawafil al-Muaqqatah), seperti shalat id, witir atau rawatib.

Ada 2 pendapat ulama dalam masalah ini. Pendapat syafiiyah menyatakan, dianjurkan untuk qadha.

An-Nawawi mengatakan,

ذكرنا أن الصحيح عندنا استحباب قضاء النوافل الراتبة وبه قال محمد والمزني وأحمد في رواية، وقال أبو حنيفة ومالك وأبو يوسف في أشهر الروايتين عنهم: لا يقضى.

Telah kami sebutkan bahwa pendapat yang kuat menurut madzhab kami (syafiiyah), dianjurkan melakukan qadha untuk shalat sunah rawatib. Ini merupakan pendapat Muhammad bin Hasan, al-Muzani, dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayat. Sementara Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Abu Yusuf menurut riwayat yang masyhur dari mereka, tidak disyariatkan qadha. (al-Majmu’, 4/43).

Diantara dalil adanya anjuran ini adalah hadis dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَامَ عَنِ الْوِتْرِ أَوْ نَسِيَهُ فَلْيُصَلِّ إِذَا أَصْبَحَ أَوْ ذَكَرَهُ

Siapa yang ketiduran atau kelupaan sehingga tidak witir, hendaknya dia mengerjakannya setelah masuk subuh atau ketika ingat. (HR. Turmudzi 467, Ahmad 11264 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)

Kedua, adakah qadha untuk shalat id?

Terdapat beberapa riwayat bahwa sahabat dan tabiin melakukan qadha shalat id.

Imam Bukhari menyebutkan beberapa riwayat mengenai qadha shalat id secara muallaq dalam kitab shahihnya,

وَأَمَرَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ مَوْلاَهُمُ ابْنَ أَبِى عُتْبَةَ بِالزَّاوِيَةِ ، فَجَمَعَ أَهْلَهُ وَبَنِيهِ ، وَصَلَّى كَصَلاَةِ أَهْلِ الْمِصْرِ وَتَكْبِيرِهِمْ . وَقَالَ عِكْرِمَةُ أَهْلُ السَّوَادِ يَجْتَمِعُونَ فِى الْعِيدِ يُصَلُّونَ رَكْعَتَيْنِ كَمَا يَصْنَعُ الإِمَامُ . وَقَالَ عَطَاءٌ إِذَا فَاتَهُ الْعِيدُ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ

Anas bin Malik menyuruh mantan budaknya, Ibnu Abi Uthbah yang tinggal di Zawiyah untuk menjadi imam. Beliau kumpulkan istri dan anak-anaknya, lalu mereka shalat seperti shalat yang ada di lapangan dengan jumlah takbir yang sama.

Ikrimah mengatakan, Penduduk as-Sawad mereka melaksanakan shalat id dua rakaat seperti yang dilakukan imam. Atha mengatakan, “Siapa yang ketinggalan, tidak shalat id, hendaknya shalat 2 rakaat.” (Shahih Bukhari, 4/154).

Ketiga, bagaimana tata caranya?

Tata caranya sama seperti shalat id, 2 rakaat dengan takbir tambahan 7 takbir di rakaat pertama dan 5 takbir di rakaat kedua.

Al-Bukhari dalam shahihnya mengatakan,

باب إِذَا فَاتَهُ الْعِيدُ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ. وَكَذَلِكَ النِّسَاءُ ، وَمَنْ كَانَ فِى الْبُيُوتِ

Bab, penjelasan, apabila tidak shalat id di lapangan, maka melakukan shalat 2 rakaat. Demikian pula untuk wanita, dan mereka yang tinggal di rumah. (Shahih Bukhari, 4/154)

Praktek ini seperti yang dilakukan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.

أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : إذَا كَانَ فِي مَنْزِلِهِ بِالطَّفِّ ، فَلَمْ يَشْهَدْ الْعِيدَ إلَى مِصْرِهِ جَمَعَ مَوَالِيَهُ وَوَلَدَهُ ، ثُمَّ يَأْمُرُ مَوْلاه ، عَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي عُتْبَةَ ، فَيُصَلِّي بِهِمْ كَصلاة أَهْلِ الْمِصْرِ

Apabila Anas bin Malik sedang di kampungnya di Thaf, sehingga beliau tidak bisa hadir shalat id di pusat kota, beliau kumpulkan budak-budaknya dan anaknya, kemudian beliau perintahkan Ibnu Abi Utbah untuk jadi imam. Beliau shalat id seperti yang dilakukan imam di kota. (HR. Thahawi dalam Syarh Ma’ani al-Atsar, 6/30).

Dan ini sesuai dengan kaidah fiqh,

القضاء يحكي الأداء

Qadha itu sama dengan menyerupai ada’.

Shalat id yang dikerjakan bersama imam di lapangan adalah shalat id ada’. Sementara siapa yang tidak bisa ikut atau ketinggalan, dia bisa shalat 2 rakaat sebagai qadha. Tata caranya, sama dengan shalat id ada’ (di lapangan)

Ada riwayat dari as-Sya’bi dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau mengatakan,

من فاته العيد فليصلّ أربعا

“Siapa yang tidak ikut shalat id, hendaknya dia shala 4 rakaat.”

Hanya saja sebagian ulama menilai riwayat ini dhaif. Karena as-Sya’bi tidak pernah mendengar dari Ibnu Mas’ud.

Sehingga yang lebih tepat, jumlah rakaatnya sama dengan shalat id pada umumnya. Hanya saja tidak boleh ada khutbah.

Bagi yang Telat Datang di Lapagan

Bagi yang telat datang di lapangan dan khatib sedang berkhutbah, dianjurkan untuk langsung mendengarkan khutbah dan shalatnya ditunda setelah khutbah, sehingga dia mendapat dua pahala. Pahala mendengarkan khutbah dan shalat.

Dalam salah satu fatwanya, Lajnah mengatakan,

ولمن حضر يوم العيد والإمام يخطب أن يستمع الخطبة ثم يقضي الصلاة بعد ذلك حتى يجمع بين المصلحتين

Bagi yang hadir ketika id sementara imam sedang berkhutbah, hendaknya dia mendengarkan khutbah, kemudian baru  mengqadha shalatnya. Sehingga dia mendapat 2 manfaat. (Fatwa Lajnah Daimah, 8/306)

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/28080-qadha-shalat-id.html